Harus bagaimana?
Banyak persoalan
bermain di minda, bersarang di jiwa bermukim di dada. Berseloka pula di
benak tua dan berselingkuh di mayapada.
Harus bagaimana? Ingin aku mulakan sebuah cerita, cerita resahku yang membungkam rasa.
Ahh! Biarlah tanpa mukadimahnya, harus aku ceritakan sebuah pujangga.
Nah! Kaulihatlah di sana di tanah lapang sana, bukalah matamu dan bukalah telinga.
Kaulihatlah sang cengkering menggeselkan kakinya persis pemain biola
dengan biolanya. Kaudengarkan pula sang kodok membetulkan tona suaranya,
agar sedap halwa telinga bisa menawan hati pasangannya. Juga,
kaulihatlah si kelip-kelip yang geliga, cahaya semulajadinya cuba
disorok disembunyikannya.
Jadi persoalannya! Haruskah aku atau
lebih tepatnya salahkah aku? Seandainya aku diminati para wanita bagai
sang cengkerik dan alunan biolanya, digilai semua akan kemerduan simfoni
gelita.
Salah jugakah aku? Seandainya aku dipuja dan dicinta para wanita bagaikan sang kodok bersuara garau namun memikat sukma.
Atau haruskah aku, haruskah aku menyepikan diri sombong di muka. Riak
di dada seumpama si kelip-kelip menyembunyikan cahaya, tidak mahu
dikongsikannya. Biar gelap di muka gelap pula di mata semua.
Jadinya harus bagaimana? Harus bagaimana jalan termulia tanpa ada yang bermerah mata. Situasinya menang-menang sesama kita.
Aduh! Bingung aku. Bingung aku, gara-gara dipuja dan digilai para wanita.
Harus bagaimana ya?.
ss/spl/pm ... 22/12/2012.
No comments:
Post a Comment